Hasil dari pendidikan bukanlah seberapa banyak yang tersimpan dalam ingatan atau berapa banyak yang diketahui. Tetapi, dengan adanya pendidikan kita mampu membedakan antara yang diketahui dengan yang tidak diketahui.
Usaha pendidikan merupakan upaya nyata untuk memfasilitasi individu lain, dalam mencapai kemandirian serta kematangan mentalnya sehingga dapat survive di dalam kompetisi kehidupan. Agar dapat survive, anak−anak dalam menempuh pendidikan harus diwarisi nilai−nilai kultural yang baik, yang melekat pada masyarakat dimana ia berada. Dengan modal nilai−nilai internal tersebut, setiap anak diharapkan mampu beradaptasi dengan nilai budaya lainnya (eksternal).
Dalam pengertian sempit pendidikan adalah sekolah, sehingga kemajuan pendidikan suatu bangsa, bergantung bagaimana sekolah tersebut dikelola, sistem sekolah yang baik akan menghasilkan pendidikan yang baik pula, begitu pun sebaliknya.
Kata sekolah sendiri berasal dari bahasa latin, skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti waktu luang atau waktu senggang, Kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti), estetika (seni) dan budaya yang berlaku pada saat itu. Untuk mendampingi dalam kegiatan scola, anak−anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar−besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran diatas.
Sekolah sudah seharusnya tidak lagi dibatasi oleh kendala ruang dan tempat, sekolah tidak melulu membicarakan gedung, seragam, SPP, tata tertib dan lain legal formal lainnya, sekolah sudah seharusnya memberikan ruang yang besar untuk anak dapat belajar. Kapanpun dan dimanapun (long life education).
Pendidikan harus menjamin pemerataan dan tidak boleh ada diskriminasi (education for all), sekolah harus mampu menampung semua elemen masyarakat tanpa harus membedakan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA)
Sekolah dan komunitas merupakan sebuah simbiosis mutualisme sebuah rantai kehidupan yang saling membutuhkan, masyarakat butuh sekolah dalam melestarikan dan menjaga agama, nilai−nilai budaya, adat istiadat dan kearifan lokal lainnya, sedangkan sekolah butuh masyarakat dalam usaha untuk eksistensi.
Sekolah Berbasis Komunitas adalah sekolah yang didirikan, dimiliki dan dikelola oleh komunitas masyarakat. Sekolah komunitas berasal dan berkhidmat untuk kepentingan komunitas itu sendiri. Pada sekolah ini segala sesuatu sangat bergantung kepada komunitas tersebut. Arah dan tujuan ditentukan oleh komunitas tersebut. Para guru hanya berfungsi sebagai fasilitator yang memberikan arah sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan dapat berhasil.
Sekolah dengan konsep inilah yang akhirnya diadopsi sebagai sekolah berbasis komunitas (SBK), dalam pengertian sederhana SBK adalah sekolah dari, oleh dan untuk masyarakat. Sebagai lembaga yang memiliki visi membangun kemandirian masyarakat, PKPU sudah berkhidmat untuk senantiasa menjalankan program−program yang memberikan solusi dan alternatif terhadap segenap permasalahan yang dihadapi bangsa ini.
Dalam salah satu aktifitasnya, PKPU bersusaha mengembangkan SBK yang dilandasi pada nilai−nilai: pertama, visi sekolah bukanlah membangun dan mendidik anak an−sich, tetapi membangun dan mengembangkan komunitas. Karena pada dasarnya anak−anak adalah generasi penerus dari komunitas itu sendiri.
Kedua, sekolah, harus mampu mengembangkan kemandirian dan tidak bergantung pada keadaan tertentu, meskipun UUD 1945 memberikan tanggung jawab penuh kepada pemerintah untuk mengelola pendidikan, namun sejatinya komunitas tidak lepas tangan, karena yang paling berkepentingan terhadap pendidikan anak adalah masyarakat itu sendiri.
Ketiga, dengan adanya sekolah, mestinya keluarga merasa dimuliakan, karena nilai−nilai dan budaya keluarga, tersebut akan terus diwarisi. Bukan sebaliknya merasa terbebani dengan persoalan−persoalan yang sesungguhnya tidak ada hubungannya dengan pendidikan anak, seperti SPP, Seragam dan UN.
Keempat, kebersamaan belajar dalam SBK menjadi ciri yang menonjol, pola pembelajaran lebih diarahkan pada penyelesaian sebuah masalah. Semangat tim mampu mereduksi setiap perbedaan yang terjadi pada diri setiap anak, setiap perbedaan pada diri anak diarahkan pada arah yang positif.
Kelima, SBK mampu memberi ruang lebih besar untuk memaksimalkan kecerdasan anak (multiple intelegen), Keenam, keseharian proses belajar mengajar dalam sistem SBK mampu menumbuhkan semangat enterpreunership dan trainership.
Dalam jangka pendek dan yang akan datang, setidaknya SBK mampu mencegah terjadinya urbanisasi, karena sejak dini anak−anak sudah dikenalkan terhadap potensi lingkungan dan nilai−nilai budaya yang terkandung didalamnya, sehingga keinginan untuk memobilisasi diri ke kota akan tercegah dengan sendirinya. Pembangunan desa juga akan lebih cepat karena masyarakatnya lebih cerdas dan memahami akan potensi diri.
Komitmen PKPU ini perlu mendapatkan dukungan dari kita semua, semoga SBK menjadi salah satu alternative dalam usaha memperbaiki pendidikan di negeri yang kita cintai ini.
Ahmad Firdaus, SPd, MA, Manager Pendidikan PKPU
sumber http://www.pkpu.or.id/article/mengembangkan-sekolah-berbasis-komunitas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar